Senin, 07 Juni 2010

Mudahnya Menangkap Belalang

Horee... aku dapat belalangnya...! seru anakku di suatu pagi yang cerah. Dengan tersenyum ceria dia berlari mendekatiku dan menunjukkan belalang yang didapat di belakang rumah kami. Saya pun berusaha mencari wadah untuk belalang tersebut, kemudian kuserahkan sebuah kantung plastik. Dengan riangnya anakku memasukkan belalang tersebut dalam kantung plastik dan segera ke belakang lagi untuk mencari belalang yang lain.

Tak berapa lama anakku berteriak kembali, "Ayah, saya dapat lagi belalangnya...!" Saya hanya tersenyum dan menyuruhnya memasukkan belalang tersebut dalam wadah. Beberapa saat kemudian anakku berseru kembali, "Yah.. dapat lagi...!" Setelah itu berturut-turut teriakan itu berulang. Saya terheran-heran dengan hasil yang diraih anakku ini, apa betul dia dapat dengan semudah itu. Setelah dilihat ternyata betul karena di dalam wadahnya sudah penuh dengan belalang yang ditangkapnya dari balik rerumputan yang tumbuh di halaman belakang rumah kami.

Sepengetahuanku menangkap belalang cukup sukar, tapi kenapa pagi itu dengan sangat mudahnya anakku menangkap sekian banyak belalang? Apakah anakku punya ilmu pawang belalang? ah tidak mungkin karena ia hanya seorang anak lelaki biasa yang baru kelas satu SD.

Dalam kondisi bertanya-tanya, pikiranku jadi teringat pada tayangan acara "Asal Usul" di sebuah TV swasta kita. Pada salah satu episodenya membahas tentang mata majemuk pada kupu-kupu. Bahwa untuk dapat melihat dibutuhkan cahaya yang cukup agar matanya tersebut dapat melihat gerakan dengan jelas. Aha... mungkin ini jawabannya pikirku. Ya belalang juga sama dengan kupu-kupu termasuk bangsa serangga. Dengan kesamaannya ini berarti mata belalang juga bertipe majemuk. Oleh karena itu belalang untuk dapat melihat membutuhkan cahaya yang cukup juga.

Di pagi hari itu saat anakku menangkap belalang, menurut versi belalang belum mencukupi kebutuhan mata majemuknya untuk dapat menangkap gerakan tangan anakku, sehingga dengan mudahnya tertangkap.

Sarang Burung

Kulihat beberapa burung Gereja keluar dari rerimbunan sebuah pohon Palem yang terletak di depan kelas dimana saat itu aku mengawasi Ujian Semester Genap 2009-2010. Tertarik oleh burung tersebut kemudian kuteliti pohon tersebut. Oh ternyata terdapat sarang burung di sana. Aku lantas berpikir kenapa mereka membuat sarang di situ, kenapa tidak di pohon yang lain?

Bila diperhatikan sarang burung Gereja itu tampaknya semrawut, tapi saya yakin dari kesemrawutannya itu telah mereka kerjakan dengan sebaik mungkin. Mereka sudah perhitungkan bagaimana kalau ada terpaan angin yang kencang, hujan deras atau yang lainnya. Untuk mengatasi terpaan angin, sarang itu dibuat di posisi terhalang oleh dedaunan yang cukup rimbun sehingga sarang mereka akan aman. Sementara untuk mengatasi hujan deras sarang dibuat dengan anyaman dedaunan yang longgar sehingga air tidak akan menggenangi sarang mereka karena langsung turun keluar sarang.

Sarang itu bila diambil akan memiliki bentuk yang tetap tidak akan terpisah-pisah walaupun kelihatannya cuma anyaman yang terlihat semrawut. Hal ini menandakan bahwa dari pembuatan sarang itu sudah diperhitungkan dengan sebaik-baiknya tidak asal-asalan saja. Tentu saja sarang ini pun dapat memuat burung dalam jumlah yang cukup banyak tidak hanya satu atau dua burung saja. Hal ini terlihat dari beberapa burung yang berkeliaran di sekitar sarang tersebut. Saya sempat berpikir bahwa mereka mau berbagi dengan sesamanya tanpa terjadi percekcokan atau masalah privasi, tidak seperti halnya manusia yang membutuhkan tempat yang luas dan privasi yang jelas.

Oh indahnya ciptaan Allah ini.

Sabtu, 05 Juni 2010

Gerak Refleks

Saat pulang dari tempat kerja, saya menjumpai dua orang yang sedang berpapasan. Keduanya tampak berusaha untuk melanjutkan perjalanannya, tetapi tetap tidak beranjak dari tempatnya. Mereka hanya bergerak ke kiri dan ke kanan secara bersamaan. Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung barulah mereka tersenyum menyadari "kekeliruannya." Setelah itu barulah mereka dapat melanjutkan perjalanannya tanpa terganggu lagi dan tidak lagi saling "hadang."

Dalam kehidupan kita sehari-hari terkadang kejadian tadi terjadi pada kita. Saat terburu-buru kita berjalan dengan cepat dan ketika tiba-tiba berpapasan dengan orang lain yang juga terburu-buru maka kejadian "hadang-menghadang" terjadi. Kejadian ini tidaklah dibuat-buat karena terjadi secara refleks. Saat seseorang bergerak secara refleks maka tidak dipikirkan apa yang akan terjadi nantinya, yang penting saat itu ia berusaha untuk menghindari tabrakan. maka saat berhadap-hadapan, refleks kita menuntun kita bergerak pada tempat yang memungkinkan tidak terjadi "tabrakan". Namun sayangnya, orang yang di depan kita juga refleksnya bekerja untuk menghindari benturan yang terjadi maka ia pun bergerak ke tempat yang kosong. Nah disitulah kembali terjadi tutup menutup jalan. Kemudian refleks pun bekerja kembali untuk bergerak menghindar namun karena keduanya memiliki refleks yang sama maka benturan pun akan terjadi kembali.

Nah saat keduanya tersenyum, tertawa atau ada yang marah-marah maka refleks sudah tidak terjadi lagi. Hal tersebut terjadi karena impuls rangsang sudah melalui otak sementara refleks tidak melalui otak tapi langsung dilewatkan oleh sumsum tulang belakang. Saat otak sudah bekerja maka gerakan pun sudah mulai terkontrol kembali sehingga kejadian tutup menutupi jalan tidak lagi terjadi.

Gerak refleks memang anugerah Ilahi yang tiada taranya. Karena dengan gerak ini kita akan terhindar dari "kecelakaan" yang lebih parah lagi. Contohnya adalah saat kita menginjak paku, maka dengan segera dan cepat kaki kita angkat sehingga kaki tidak menginjak paku lebih dalam lagi. Namun memang ada saatnya suatu Eror terjadi, tapi masih karunia Ilahi juga bahwa kejadiannya tidak membahayakan kita. Alhamdulillah